Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Sunday, November 20, 2005

'Produksi Obat Murah untuk Penderita Lupus'
Laporan: Arbaiyah Satriani

Bandung-RoL-- Hingga kini, penyakit Lupus belum ditemukan obatnya. Namun, berbagai obat yang dikonsumsi para penderita Lupus bisa membantu mengeliminir dampak lanjutan dari serangan penyakit yang telah merenggut banyak jiwa di dunia ini.

Karena itu, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha, Dian Syarief, berharap agar para produsen obat lebih kreatif dan variatif menciptakan obat yang bisa dikonsumsi oleh orang dengan penyakit Lupus (odapus). Yayasan Syamsi Dhuha adalah yayasan nirlaba berpusat di Bandung dan salah satu kegiatannya adalah Care for Lupus.

''Memang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, tapi kalau obat-obatan yang selama ini dikonsumsi untuk meminimalkan rasa sakit odapus bisa lebih banyak diproduksi, ini akan sangat membantu,'' kata Dian yang juga penderita Lupus, kepada Republika, pekan lalu.

Diungkapkan Dian, selama ini, sebagian besar obat yang harus dikonsumsi oleh para odapus berharga mahal, jenisnya hanya sedikit sementara efek sampingnya cukup besar. Di sisi lain, sambung dia, para odapus pun tak punya pilihan lain selain mengonsumsi obat tersebut dalam upaya ikhtiar memperpanjang masa hidupnya.

''Kalau saja, produsen obat mau melakukan lebih banyak penelitian dan menemukan jenis obat yang lain, yang efek sampingnya tak terlalu banyak dan harganya murah, akan sangat membantu,'' ujar Dian. Sayangnya, sambung dia, sejauh ini kepedulian terhadap penyakit Lupus ini masih kurang, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.

Padahal, ungkap Dian, jumlah penderita Lupus dari ke tahun terus meningkat. Di sisi lain, indikasi dari penyakit ini pun tak mudah ditemukan. Bahkan, para dokter pun belum tentu bisa segera mengenali gejala penyakit ini.

Diungkapkannya, sejak yayasan yang dipimpinnya dideklarasikan satu tahun lalu, pada 16 Mei 2004, jumlah orang yang diketahui menderita Lupus (orang dengan penyakit Lupus, odapus) meningkat hampir 10 kali lipat mencapai sekitar 120 orang.

Mantan manager public relation salah satu bank swasta nasional di Jakarta ini mengungkapkan bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya fenomena gunung es yang kini mulai terkuak. ''Hal ini tentu saja disikapi dengan prihatin, namun bila ditelaah lebih jauh patut disyukuri karena justru Lupus dapat dideteksi lebih awal dan ditangani dengan tepat,'' katanya.

Dikatakan Dian, Care for Lupus mencatat, selama satu tahun ini, tercatat 15 odapus meninggal. Rinciannya, 13 wanita dan dua pria dengan rentang usia termuda sembilan tahun dan yang tertua 47 tahun. Mereka berprofesi beragam, mulai dari ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa, guru maupun karyawan.

Kenyataan itu, ungkap Dian, membuat dirinya dan semua pihak yang tergabung di yayasan yang dipimpinnya ingin berbuat lebih banyak. Terutama, bagi para odapus dengan kemampuan ekonomi terbatas. Pasalnya, kata dia, tak sedikit odapus yang harus menjalani cuci darah untuk mempertahankan hidupnya.

''Biarpun mereka dari kalangan mampu, kalau seminggu dua kali harus cuci darah atau sehari tiga kali harus menelan obat yang per butirnya Rp 80 ribu, kan terasa berat juga,'' katanya.

Karena itu, Dian berharap kepedulian dari berbagai pihak, termasuk para produsen obat dan lembaga-lembaga nirlaba lain, bisa turut membantu meringankan kondisi tersebut.

Pada bagian lain, Dian mengaku tetap optimis bahwa odapus bisa terus bertahan selama mereka berikhtiar mencari jalan untuk kesembuhannya. ''Ilmu Allah kan Maha Luas, dan setiap obat pasti ada obatnya. Kitalah yang harus lebih tekun menggali ilmu Allah,'' katanya.

source



Blogged on 5:07 AM

|

Comments: Post a Comment

~~~