Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Tuesday, November 29, 2005

Banyak orang menganggap kurang tidur merupakan hal biasa padahal menurut sebuah penelitian dari Universitas Pennsylvannia, kekurangan tidur sama berbahaya dengan tidak tidur.

Para peneliti menemukan orang yang tidur hanya empat sampai enam jam per malam bereaksi lebih lambat dibanding mereka yang tidur selama delapan jam. Kondisi ini juga sama pada mereka yang tidak tidur selama dua malam walaupun mereka mengatakan tidak merasa lelah padahal ini adalah awal dari sebuah masalah.

Menurut penelitian orang dewasa membutuhkan tidur selama delapan jam dalam satu hari. Jumlah ini akan bervariasi dari satu orang ke orang lain tergantung jumlah kegiatan yang dilakukan.

Penelitian yang dilakukan pada 48 orang dewasa sehat yang berumur 21 sampai 38 tahun, usia dimana paling dikaitkan dengan kekurangan tidur akibat tuntutan pekerjaan.

Kekurangan tidur mungkin tidak terlalu berpengaruh pada penampilan rutinitas sepanjang hari namaun dapat memicu masalah fisik seperti:

Obesitas: Tidur memegang peranan dalam kemampuan tubuh untuk mengeluarkan neurohormon karena ketika jumlah pengeluaran hormon menurun, kesempatan bertambah berat badan meningkat.

Tekanan darah: Tekanan darah secara alami akan turun selama tidur. Namun akibat kekurangan tidur dapat memicu hipertensi dan masalah kardiovaskular.

Diabetes: Kemampuan tubuh menggunakan insulin dapat terganggu akibat kekurangan tidur sehingga memicu diabetes.

Menurut National Sleep Foundation dalam sebuah polling tahun 2002 di Amerika ditemukan sebanyak 47 juta orang dewasa tidak mendapatkan jumlah minimal tidur yang mereka butuhkan setiap malam.


Blogged on 11:49 PM

|

~~~

Monday, November 28, 2005

According to the American Dietetic Association, you can reduce the fatcontent of cooked ground beef by as much as 50 percent if you rinse the beefafter cooking! You still retain the nutrients such as iron, zinc, and Bvitamins, so enjoy this healthier version. So before you serve up thatburger, take the time to rinse off the extra fat. A small step will go along away.
The key to six-pack abs is not 500 sit-ups a day; it's skipping the excesscalories. Improved muscle definition comes from losing body fat, not fromincreasing muscle size. For a healthy lean body, you need to find a balancebetween exercise and diet. Weight training will condition the muscle, butunless you address your total calorie intake, all that hard work will behiding under a layer of fat.

Fresh raspberries are delicious -- but fragile. Here's how to treat themright. Because all fresh berries are highly perishable, they should berefrigerated (unwashed) as soon as possible after they're picked. Beforerefrigerating, spread the juicy, fragile berries in a single layer on alarge tray or baking sheet. Wash berries gently but thoroughly before youeat them or use them in a recipe. Juicy and sweet, raspberries arejam-packed with vitamin C, folate and potassium; one cup has more than athird of your daily requirement of fiber. Raspberries are particularlypowerful antioxidants. When researchers at Tufts University in Bostonmeasured levels of antioxidants in various fruits and vegetables, berriesconsistently cropped up at the top of the list.

Simple starches and sugars provide none of the health benefits of wholegrains that are rich in fiber, vitamins, minerals and phytochemicals. For ahealthier diet, choose complex carbohydrates from fruits, vegetables andgrains close to their original form. Refined carbs are OK in small amounts,particularly for active people who can afford the empty calories, but don'tmake them the bulk of your carbs (pun intended). Emerging evidence findsthat people who eat too few whole grains and too many refined carbohydratesare at an increased risk of diabetes.


Blogged on 8:34 PM

|

~~~

Sunday, November 20, 2005

Lupus dan Herpes Zoster

Dokter Zubairi Djoerban yth, Saya wanita berusia 35 tahun. Perlu dokter ketahui, saya adalah penderita lupus. Untuk mengontrol lupus yang saya derita, selama ini saya minum prednison dan imuran.

Belum lama ini, saya merasa sangat tidak enak badan. Tak berapa lama setelah itu, muncul bintil-bintil warna merah yang sangat gatal. Anehnya, bintil-bintil itu cuma ada di satu sisi tubuh saja. Saya kemudian memeriksakan diri ke dokter. Menurut dokter, saya terkena infeksi herpes zoster.

Yang ingin saya tanyakan adalah, benarkah penyakit lupus yang saya derita membuat saya rentan terkena infeksi? Jika ya, bagaimana cara untuk menghindari infeksi itu? Dan yang terakhir, apakah suatu saat nanti saya bisa terserang herpes zoster lagi?

Terima kasih atas jawaban dokter.

Rinta, Bekasi

Ibu Rinta yang baik, Orang yang menderita lupus memang rentan terhadap infeksi. Penyakit lupus sendiri memang menyebabkan kemampuan tubuh untuk membentuk zat anti terhadap penyakit menurun. Keadaan ini semakin diperburuk akibat efek samping obat-obatan yang diminum. Ibu mendapat prednison yang merupakan obat golongaan kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh Ibu. Imuran merupakan obat sitotoksik yang dapat berpengaruh pula pada sistem kekebalan tubuh. Tapi bagaimanapun juga, mengontrol penyakit lupus itu lebih penting daripada menghindari infeksi. Karena itu yang harus dipikirkan adalah bagaimana cara meminimalkan terjadinya infeksi, atau jika infeksi sudah terjadi maka perlu dilakukan penanganan yang tepat.

Herpes zoster seperti yang Ibu alami sebenarnya bukan merupakan penyakit infeksi yang sering diderita oleh pasien lupus. Herpes zoster disebabkan oleh virus, yaitu virus cacar air yang aktif kembali setelah selama beberapa lama 'tidur' dalam tubuh. Selain gejala pada kulit seperti yang Ibu alami, biasanya juga timbul nyeri karena virus menjalar melalui syaraf kemudian mencapai kulit. Karena itu biasanya kelainan kulitnya didapatkan berkelompok pada satu sisi tubuh saja seperti yang Ibu alami, hal ini sesuai dengan daerah persyarafan yang terinfeksi virus.

Mengobati herpes zoster pada penderita lupus, sama saja dengan mengobati herpes zoster pada umumnya. Biasanya dokter memberikan obat antiviral yang berguna untuk menekan proses replikasi virus sehingga masa timbulnya gejala akan lebih pendek. Selain itu karena disertai nyeri maka dokter mungkin memberikan pula obat antinyeri. Rasa nyeri dapat tetap dirasakan selama beberapa lama setelah gejala pada kulit menghilang. Yang perlu diperhatikan pula adalah mencegah terjadinya infeksi kulit akibat kulit yang terluka. Caranya adalah jangan mengutak-utik lesi kulit. Pemberian kompres akan membantu agar luka cepat mengering. Jika telah kering obat kompres harus dihentikan. Obat-obatan untuk lupus tetap dikonsumsi seperti biasa.

Perlu diketahui pula bahwa umumnya herpes zoster akan dapat kambuh kembali, apalagi dengan keadaan Ibu yang sistem kekebalan tubuhnya menurun. Sampai saat ini belum ditemukan cara yang ampuh untuk mencegah kekambuhan herpes zoster. Demikian jawaban dari saya, mudah-mudahan ada manfaatnya buat Bu Rinta. Salam


source



Blogged on 5:45 AM

|

~~~

Amankah Minum Prednison Selama Hamil?

Dokter Zubairi Yth,
Adik saya, 24 tahun, saat ini sedang hamil muda. Yang menjadi masalah adalah sejak setahun yang lalu ia sakit ITP kronik dan memerlukan pengobatan prednison tiga tablet pagi selang-seling, sehari minum sehari tidak. Dengan obat tersebut, trombosit bisa dipertahankan sekitar 110.000/mm3. Bila dosis diturunkan, trombosit bisa

drop sampai 40.000/mm3. Yang saya khawatirkan adalah ia selalu mengonsumsi obat tersebut walaupun sedang hamil karena dokter berpesan obatnya tidak boleh digantikan. Saya sudah membaca referensi mengenai prednison, baik di buku-buku kedokteran maupun internet, yang semuanya menyimpulkan bahwa prednison bukan obat yang ringan. Pemakaiannya harus dalam pengawasan dokter. Yang ingin saya tanyakan, apakah adik saya sebaiknya terus minum prednison, atau bisa dihentikan selama kehamilan dan dilanjutkan kembali setelah melahirkan, atau adakah jalan keluar lain?

Ruslan, Jakarta

Pak Ruslan yang baik,
ITP (Idiopathic/Immune Thrombocytopenic Purpura) adalah suatu penyakit autoimun, artinya sistem imun (kekebalan tubuh) justru merusak jaringan tubuh sendiri. Dalam hal ini, yang diserang adalah trombosit (platelet/keping darah) sehingga kadar trombosit penderita ITP menjadi rendah. Istilah idiopatik sendiri berarti tidak diketahui penyebabnya sementara kronik berarti penyakit tersebut tidak terjadi secara mendadak (akut). Trombosit adalah sel darah yang berguna untuk proses pembekuan darah dan menjaga integritas pembuluh darah.

Oleh karena itu, penderita ITP menjadi mudah mengalami perdarahan di bawah kulit yang terlihat seperti memar (purpura) dan perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan pada saluran cerna atau saluran kemih, menstruasi yang berlebihan dan lama pada wanita, bahkan dapat terjadi perdarahan otak. Memang pada saat hamil, idealnya tidak minum obat apa pun. Namun, pada kondisi-kondisi tertentu, obat terpaksa diberikan karena jika tidak, justru dapat membahayakan kehamilan. Prednison diperlukan agar jumlah dan fungsi trombosit normal atau mendekati normal. Prednison bekerja dengan menekan sistem imun. Seperti juga obat lainnya, prednison juga mempunyai efek samping seperti yang telah Anda baca, misalnya kembung, otot lemas, nyeri sendi, radang lambung, dan mudah tersinggung.

Sementara pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis, hipertensi, diabetes, kelelahan otot, dan lain-lain. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan prednison pada masa kehamilan cukup aman. Prednison akan di-inaktifkan oleh enzim di plasenta, sehingga kadar yang ditemukan pada janin adalah sekitar 10 persen dibandingkan kadar obat pada ibu. Beberapa penelitian juga menyimpulkan bahwa pemberian dengan dosis sedang untuk pemeliharaan, seperti yang diberikan kepada adik Anda, tidak akan menimbulkan kecacatan janin.

Jadi, jika dilihat dari keuntungan dan kerugiannya, saat ini pemberian prednison pada adik Anda yang sedang hamil masih lebih banyak manfaatnya yakni untuk menjaga agar tidak terjadi perdarahan spontan yang dapat membahayakan jiwa dan kehamilannya. Saya ingin mengingatkan bahwa selain mendiskusikan hal ini dengan dokter kebidanan dan dokter penyakit dalam, jangan lupa menginformasikan penggunaan prednison ini kepada dokter anak setelah melahirkan nanti. Saya doakan agar kehamilannya berjalan lancar, dan melahirkan anak yang sehat, beriman, serta pintar.

source



Blogged on 5:27 AM

|

~~~

The 3 Shocking MYTHS About Sleep That You Don't Know
About - Which Are Depriving You of Your Life Energy.
by Kacper M. Postawski,


MYTH #1 ) “If you sleep longer, you'll be more awake and have more energy in your life”

TRUTH: Sleeping Longer ROBS You of Energy and Damages your Sleeping System.

There are several reasons why sleeping longer damages your sleep system. What most people don't know is that there is a very important element of your inner sleep clock which is prior wakefulness. When you sleep longer you limit your prior wakefulness which puts stress on a number of other factors such
us your melatonin hormone levels, your exposure to sunlight, and your body temperature rhythm.

Getting longer sleep or "catching up on sleep" only weakens your sleep system, which in turn can even lower your immune system. The common belief that trying to sleep less makes you tired and low on energy is simply because people don't understand how the bio-temperature rhythms work (what you will learn soon).

MYTH #2) You need to “Catch Up on Sleep” if you missed some before.

TRUTH: Unless you...

Unless you go on a huge sleep deprivation marathon, you do not need to "catch up on sleep", if you downloaded the 2 free chapters of the powerful sleep eBook, you learned precisely why this is true. It is only during the first 3 - 4 hours of sleep that we experience most of State 3 and Stage 4 sleep. Sleeping
longer than you usually do isn't physically beneficial to you in anyway, and puts your body temperature rhythm out of balance.

MYTH #3) “I feel so low on energy, I Must Get More Sleep”

TRUTH: More Sleep DOES NOT Provide You With more Energy!

You don't need MORE sleep, you need QUALITY sleep.

People think that sleep is a very basic thing. We don't really think about it do we? We sleep, we wake up, and we magically feel refreshed, don't we? In truth, sleep is actually quite a complex and fascinating system that most of us take for granted. Because most of us don't understand how our inner sleep system works, we aren't even aware of all the actions we're taking in our lives that are damaging our sleep systems and depriving us of energy.


There is a difference between MORE sleep, and POWERFUL sleep. The only way to make your sleep more physically energizing is to learn about the inner science of sleep! Only once you learn how to optimize your sleeping system for maximum performance, can you try to reduce your sleep.



Blogged on 5:19 AM

|

~~~

Selalu Lemas dan Susah Tidur

Dokter Zubairi yth,
Saya seorang karyawati berusia 35 tahun. Sudah lima bulan ini, saya merasa badan selalu lemas. Awalnya, saya kira karena beban pekerjaan yang sangat banyak sekitar dua bulan yang lalu. Tapi, rasa lemas ini tidak pernah hilang walaupun sekarang pekerjaan saya sudah kembali normal bahkan cenderung santai.

Menurut beberapa teman, mungkin saya kurang darah. Saya lalu minum obat penambah darah seperti yang sering diiklankan di televisi. Tapi rasanya, keluhan saya tidak membaik. Orang-orang yang saya ceritakan mengenai keluhan saya menganggap, yang saya alami adalah hal biasa, mungkin saya terlalu jenuh dengan pekerjaan dan perlu berlibur. Namun, saya ragu apakah memang demikian karena saya menyukai pekerjaan saya dan tidak ada stres dengan pekerjaan akhir-akhir ini.

Dok, apakah mungkin ada penyakit yang saya derita yang menyebabkan rasa lemas berkepanjangan ini? Selain rasa lemas, kadang-kadang saya juga sulit tidur. Untuk dokter ketahui, tiga bulan yang lalu saya cek ke laboratorium dan dinyatakan semuanya normal.

Siska, Jakarta

Mbak Siska yang baik
Kita semua pernah merasa lelah dan lemas. Hal ini merupakan akibat yang normal, yang biasanya terjadi akibat kelelahan setelah melakukan berbagai aktivitas. Hanya saja, jika rasa lemas itu berkepanjangan dan sudah menyebabkan performa kita turun dibanding biasanya, tentu perlu dicari penyebabnya.

Kurang darah atau anemia dapat menjadi salah satu penyebab. Jika hasil pemeriksaan darah menyatakan kadar hemoglobin normal maka tidak perlu minum obat 'penambah darah'. Rasa lelah dan lemas yang berkepanjangan dapat juga diakibatkan oleh gangguan tidur, nyeri kronik, alergi yang menyebabkan demam atau asma, hipotiroid, penggunaan alkohol atau narkoba, depresi, infeksi (misalnya infeksi parasit, AIDS, tuberkulosis), gagal jantung, diabetes, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit Addison, anoreksia atau gangguan makan lainnya, penyakit radang sendi, penyakit autoimun seperi lupus, malnutrisi, dan kanker.

Jadi, memang penyebabnya banyak sekali. Jika memang disebabkan suatu penyakit, biasanya akan ada gejala-gejala lain yang dialami. Walaupun Mbak Siska merasa tidak ada gejala lain kecuali sulit tidur, ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter untuk menelusuri penyebabnya. Mungkin ada gejala yang Anda anggap tidak berarti, namun sebenarnya merupakan tanda penyakit tertentu. Dokter akan mengajukan pertanyaan yang lebih rinci dan melakukan pemeriksaan.

Jika rasa lemas tidak kunjung hilang dan berkepanjangan selama lebih dari enam bulan serta setelah dilakukan evaluasi menyeluruh tidak ditemukan penyakit tertentu, mungkin Anda mengalami gejala yang disebut chronic fatigue syndrome. Gejalanya, selain rasa lemah adalah nyeri kepala, nyeri otot atau sendi, serta sulit konsentrasi. Sindrom ini lebih sering dialami wanita dan akan bertambah berat bila ada kelelahan fisik atau mental seperti depresi.

Pengobatan rasa lemah harus disesuaikan dengan penyebabnya. Jika memang tidak ditemukan penyebab yang pasti, maka yang diatasi adalah gejala-gejala yang dialami. Misalnya, bagaimana memperbaiki pola tidur dan merelaksasikan otot. Caranya bisa bermacam-macam, baik melalui pola makan yang sehat, seimbang, dan teratur, rajin berolahraga, yoga, menekuni hobi yang mungkin tidak pernah lagi dikerjakan, membaca, dan lain-lain. Olahraga yang dilakukan tidak boleh yang terlalu melelahkan. Lakukan olahraga ringan seperti senam ringan dan jalan pagi.

source



Blogged on 5:14 AM

|

~~~

Lupus Menyerang Ginjal

Assalamualaikum wr wb
Prof Zubairi yth,
Saya, 19 tahun, diketahui sakit lupus sejak dua tahun yang lalu. Gejala waktu itu adalah sakit sendi, rambut rontok, dan panas. Saya berobat teratur selama satu tahun. Setelah itu saya tidak minum obat selama sembilan bulan dan tidak pernah kontrol karena tidak ada gejala.

Tiga bulan yang lalu kaki saya mulai bengkak, demikian pula perut. Jika bangun tidur mata bengkak, saat siang hari menghilang dan besoknya muncul kembali. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, dokter mengatakan lupus sudah mengenai ginjal. Terdapat kebocoran protein dari ginjal yang cukup parah dan dinyatakan lupus nefritis.

Saya sangat khawatir, karena seorang teman saya yang juga sesama anggota Yayasan Lupus Indonesia, dua tahun yang lalu mengalami masalah yang sama dan harus menjalani cuci darah. Pertanyaan saya:

1. Mengapa lupus saya bisa kambuh?
2. Bagaimana mengenai pengobatan lupus yang menyerang ginjal saya?
3. Apakah saya harus pindah dokter karena yang menangani saya sejak dulu adalah internis ahli rematologi? Apakah saya harus pindah ke dokter ahli ginjal?

Ratih, Jakarta

Waalaikumussalam wr wb
Mbak Ratih yang baik,
Penyakit lupus atau lengkapnya Systemic Lupus Erythemathosus memang merupakan penyakit kronis yang sifatnya 'up and down', artinya gejalanya dapat mereda/terkontrol namun dapat muncul kembali sewaktu-waktu (flare-up). Salah satu pemicu timbulnya kembali gejala adalah penghentian obat yang tiba-tiba.

Tujuan pengobatan penyakit Mbak Ratih adalah untuk memperbaik kembali fungsi ginjal. Biasanya, selain pengobatan seperti dahulu (pemberian prednison/prednisolon), perlu dikombinasikan dengan obat lain, misalnya siklofofamid (EndoxanT) atau obat penekan sistem imun lainnya seperti azathioprine (ImuranT), mikofenolat mofetil (Cell CeptT). Untuk mengganti protein yang keluar melalui urine akibat kerusakan ginjal, kadang-kadang diperlukan juga infus albumin. Jenis terapi yang akan diberikan tentu tergantung evaluasi dokter.

Seperti Mbak Ratih ketahui, penyakit lupus adalah penyakit di mana sistem imun (kekebalan tubuh) membentuk antibodi yang kemudian akan menyerang jaringan tubuh sendiri sehingga menimbulkan peradangan pada jaringan yang terkena. Untuk itu maka pada pengobatan lupus diberikan obat untuk menekan sistem imun yang berlebihan.

Cuci darah dilakukan hanya jika sudah terjadi gagal ginjal yang berat. Cuci darah ini bisa bersifat sementara jika gagal ginjal bersifat akut atau berkala. Sedangkan cuci darah jangka panjang bila terjadi gagal ginjal kronik. Data fungsi ginjal yang Anda kirimkan (CCT, creatinin) menunjukkan fungsi ginjal Anda belum parah, jadi mungkin sekali tidak perlu cuci darah dan tidak usah terlalu khawatir, asal berobat teratur. Jadi, cukup banyak pasien lupus nefritis yang tidak memerlukan cuci darah. Mbak Ratih bisa menanyakan langsung kepada tim dokter yang menangani.

Jika saat ini Mbak Ratih sudah merasa cocok dengan dokter yang merawat dan komunikasi berjalan dengan lancar, tidak perlu pindah ke dokter lain. Biasanya akan dikonsultasikan dengan dokter internis dengan subspesialisasi ginjal. Jadi yang menangani tim, yang terdiri dari dokter yang merawat Anda dari awal dan dokter lain yang menangani problem khusus, dalam hal ini dokter spesialis penyakit dalam, konsultan ginjal hipertensi. Demikian penjelasan saya, mudah-mudahan bermanfaat.

source



Blogged on 5:12 AM

|

~~~

Lupus, Penyakit Genetik?

Assalamualaikum wr wb
Prof Zubairi yang baik,
Saya sekarang berusia 25 tahun, diketahui sakit lupus sejak satu tahun yang lalu. Gejala yang saya alami adalah kaki bengkak, perut bengkak, dan mudah capek bila jalan agak jauh. Menurut dokter, saya terkena lupus yang menyerang ginjal.

Masih menurut dokter, saya harus dibiopsi ginjal untuk menentukan pengobatan yang lebih tepat, namun saya masih takut melakukannya. Dokter memberikan hanya satu obat, yaitu prednison saja dan sekarang masih minum teratur. Kondisi fisik sudah lebih baik, namun menurut dokter masih cukup banyak protein yang lolos melalui ginjal saya.

Yang mengganggu pikiran saya sekarang ini adalah, enam bulan lagi saya berencana untuk menikah. Saya khawatir kalau keturunan saya akan menderita lupus juga. Apakah benar lupus itu penyakit menurun? Apakah benar lupus itu penyakit genetik? Lalu, apakah manfaat biopsi ginjal untuk saya?

Dita, Jakarta

Waalaikumussalam wr wb
Mbak Dita yang baik,
Penyakit lupus, seperti yang mungkin sudah Anda ketahui disebabkan oleh adanya antibodi yang malah menyerang jaringan tubuh yang sehat. Penyebab timbulnya antibodi ini sampai saat ini, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah banyak dilakukan, disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti genetik, lingkungan, infeksi (misalnya virus Epstein-Barr) dan hormonal.

Hal yang mendasari kemungkinan pengaruh faktor genetika adalah fakta bahwa 24-59 persen pasangan kembar monozigot (satu telur) yang merupakan orang dengan lupus (Odapus) ternyata juga menderita lupus, sementara hanya 2-5 persen pasangan kembar dizigot (berasal dari dua telur) dan saudara kandung dari Odapus yang juga menderita lupus. Data ini menunjukkan, ada faktor lain di luar faktor gen, karena tidak 100 persen pasangan kembar satu telur yang sama-sama terkena lupus.

Telah ditemukan gen-gen yang berhubungan dengan timbulnya penyakit lupus. Tidak hanya satu gen yang berperan dalam terjadinya lupus melainkan dibutuhkan interaksi dari beberapa gen. Risiko untuk menderita lupus relatif akan makin meningkat pada orang yang mempunyai lebih dari satu macam kelainan gen yang terkait lupus. Tidak semua orang yang memiliki kelainan genetik, otomatis akan menderita lupus. Mereka bisa tetap sehat atau hanya menampakkan gejala yang ringan.

Jadi, Anda tidak perlu khawatir untuk memiliki keturunan. Pertama, jika memang ada kelainan genetik pada Anda maka belum tentu anak Anda otomatis akan mempunyai kelainan yang sama. Hanya tujuh persen anak yang terkena lupus dari ibu Odapus (orang dengan lupus). Kedua, jika pun ada kelainan gen yang diturunkan, belum tentu akan bermanifestasi menjadi penyakit lupus.

Mengenai biopsi ginjal, menurut saya, sangat bermanfaat untuk dilakukan, terutama untuk menentukan jenis pengobatan yang tepat. Dengan biopsi ginjal, akan diketahui jenis kelainan ginjalnya, artinya ada beberapa jenis kelainan ginjal pada lupus (lupus nefritis), yang perjalanan penyakitnya berbeda-beda.

Ada jenis kelainan ginjal yang harapan kesembuhannya lumayan bagus dengan pengobatan prednison, namun adapula kelainan ginjal yang harapan kesembuhan sangat kecil bila diobati dengan prednison saja dan dengan penambahan obat tertentu akan memberikan hasil yang sangat baik. Namun, pemberian obat tambahan ini dapat menimbulkan efek samping sehingga diperlukan perhatian khusus.

Jadi, dengan biopsi ginjal dapat ditentukan obat apa saja yang perlu diberikan kepada Anda, yang manfaatnya lebih besar dari risikonya, sehingga pengobatan akan menjadi optimal. Bila memerlukan informasi lebih lanjut.

source



Blogged on 5:09 AM

|

~~~

'Produksi Obat Murah untuk Penderita Lupus'
Laporan: Arbaiyah Satriani

Bandung-RoL-- Hingga kini, penyakit Lupus belum ditemukan obatnya. Namun, berbagai obat yang dikonsumsi para penderita Lupus bisa membantu mengeliminir dampak lanjutan dari serangan penyakit yang telah merenggut banyak jiwa di dunia ini.

Karena itu, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha, Dian Syarief, berharap agar para produsen obat lebih kreatif dan variatif menciptakan obat yang bisa dikonsumsi oleh orang dengan penyakit Lupus (odapus). Yayasan Syamsi Dhuha adalah yayasan nirlaba berpusat di Bandung dan salah satu kegiatannya adalah Care for Lupus.

''Memang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, tapi kalau obat-obatan yang selama ini dikonsumsi untuk meminimalkan rasa sakit odapus bisa lebih banyak diproduksi, ini akan sangat membantu,'' kata Dian yang juga penderita Lupus, kepada Republika, pekan lalu.

Diungkapkan Dian, selama ini, sebagian besar obat yang harus dikonsumsi oleh para odapus berharga mahal, jenisnya hanya sedikit sementara efek sampingnya cukup besar. Di sisi lain, sambung dia, para odapus pun tak punya pilihan lain selain mengonsumsi obat tersebut dalam upaya ikhtiar memperpanjang masa hidupnya.

''Kalau saja, produsen obat mau melakukan lebih banyak penelitian dan menemukan jenis obat yang lain, yang efek sampingnya tak terlalu banyak dan harganya murah, akan sangat membantu,'' ujar Dian. Sayangnya, sambung dia, sejauh ini kepedulian terhadap penyakit Lupus ini masih kurang, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.

Padahal, ungkap Dian, jumlah penderita Lupus dari ke tahun terus meningkat. Di sisi lain, indikasi dari penyakit ini pun tak mudah ditemukan. Bahkan, para dokter pun belum tentu bisa segera mengenali gejala penyakit ini.

Diungkapkannya, sejak yayasan yang dipimpinnya dideklarasikan satu tahun lalu, pada 16 Mei 2004, jumlah orang yang diketahui menderita Lupus (orang dengan penyakit Lupus, odapus) meningkat hampir 10 kali lipat mencapai sekitar 120 orang.

Mantan manager public relation salah satu bank swasta nasional di Jakarta ini mengungkapkan bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya fenomena gunung es yang kini mulai terkuak. ''Hal ini tentu saja disikapi dengan prihatin, namun bila ditelaah lebih jauh patut disyukuri karena justru Lupus dapat dideteksi lebih awal dan ditangani dengan tepat,'' katanya.

Dikatakan Dian, Care for Lupus mencatat, selama satu tahun ini, tercatat 15 odapus meninggal. Rinciannya, 13 wanita dan dua pria dengan rentang usia termuda sembilan tahun dan yang tertua 47 tahun. Mereka berprofesi beragam, mulai dari ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa, guru maupun karyawan.

Kenyataan itu, ungkap Dian, membuat dirinya dan semua pihak yang tergabung di yayasan yang dipimpinnya ingin berbuat lebih banyak. Terutama, bagi para odapus dengan kemampuan ekonomi terbatas. Pasalnya, kata dia, tak sedikit odapus yang harus menjalani cuci darah untuk mempertahankan hidupnya.

''Biarpun mereka dari kalangan mampu, kalau seminggu dua kali harus cuci darah atau sehari tiga kali harus menelan obat yang per butirnya Rp 80 ribu, kan terasa berat juga,'' katanya.

Karena itu, Dian berharap kepedulian dari berbagai pihak, termasuk para produsen obat dan lembaga-lembaga nirlaba lain, bisa turut membantu meringankan kondisi tersebut.

Pada bagian lain, Dian mengaku tetap optimis bahwa odapus bisa terus bertahan selama mereka berikhtiar mencari jalan untuk kesembuhannya. ''Ilmu Allah kan Maha Luas, dan setiap obat pasti ada obatnya. Kitalah yang harus lebih tekun menggali ilmu Allah,'' katanya.

source



Blogged on 5:07 AM

|

~~~

Banyak Penderita Lupus dari Kalangan Menengah Bawah'
Laporan: Indra Pratama

Bandung-RoL -- Banyak penderita Lupus di Kota Bandung yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kemampuan secara ekonomi tersebut terkadang membawa masalah bagi para penderita dalam mendapatkan pengobatan atas penyakit lupus yang dideritanya.

Ketua Kelompok Studi Lupus RS Hasan Sadikin Bandung, Dr Rachmat Gunadi Wachyudi, mengatakan, banyak kalangan penderita lupus di Bandung yang memang berkemampuan ekonomi di bawah rata-rata. Fenomena ini, kata dia, banyak menimbulkan masalah bagi para penderita Lupus.

''Mereka yang datang berobat, biasanya ada yang berprofesi sebagai buruh pabrik dan mahasiswi yang merantau di Bandung,'' ujar Rachmat seusai Acara kegiatan kelompok Edukasi Care For Lupus yang diselenggarakan Yayasan Syamsi Dhuha dan Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahad (19/6). Dalam acara itu dilakukan sosialisasi mengenai pengenalan awal indikasi Lupus kepada 100 dokter dari berbagai Puskesmas di Kota Bandung maupun para penderita Lupus.

Masalah kemampuan ekonomi ini, menurut Rachmat, seringkali dihadapi oleh penderita Lupus ketika harus berhadapan dengan fasilitas kesehatan atau perawatan untuk penyakit yang dideritanya. Karena itu, kata dia, dapat dipastikan bahwa para penderita Lupus dengan kemampuan ekonomi yang rendah tidak bisa mendapatkan fasilitas kesehatan yang maksimal.

Selain biaya perawatan kesehatan yang memang menjadi masalah besar, ungkap Rachmat, mahalnya obat yang harus dikonsumsi oleh para penderita juga menjadi persoalan. Bahkan, sambung dia, jika penderita Lupus terserang di organ vital seperti ginjal, maka proses cuci darah yang harus dilakukannya akan terus menjadi masalah. Pasalnya, kata dia, biaya untuk melakukan cuci darah ini berbiaya tinggi.

''Di Bandung ada sebuah kasus mengenai proses cuci darah, seorang penderita Lupus harus kehilangan nyawanya akibat terlambat melakukan proses tersebut. Itu hal yang sangat menyedihkan bagi saya,'' ujar Rachmat mengisahkan.

source



Blogged on 5:03 AM

|

~~~

Lupus pada Laki-laki

Assalamualaikum wr wb
Pros Zubairi yth,
Adik saya, 30 tahun, laki-laki, bekerja sebagai karyawan bank. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit lupusnya kambuh. Seminggu sebelum opname jari-jarinya bengkak, persis sama seperti awal dia dinyatakan sakit lupus. Data-data pemeriksaan laboratorium saya lampirkan. Pertanyan saya, apakah benar adik saya sakit lupus? Bukankah lupus hanya menyerang perempuan saja? Mengapa setelah dua tahun kondisinya pulih, lupusnya sekarang muncul lagi?

Nina, Jakarta

Waalaikumussalam wr wb
Mbak Nina yang baik,
Jika melihat gejalanya di mana terdapat sakit dan pembengkakan sendi serta data laboratorium terlampir (ANA +, anti-dsDNA +, protein urin +, leukosit 3.700/mikroliter) tampaknya adik Mbak Nina memenuhi kriteria untuk dikatakan menderita lupus. Untuk diketahui, istilah lupus sering digunakan untuk menyebut penyakit systemic lupus erythemathosus (SLE). SLE adalah penyakit di mana terdapat antibodi (zat kekebalan tubuh) yang justru kemudian merusak jaringan tubuh sendiri.

Dalam hal ini, karena gejala yang menonjol hanya nyeri sendi, maka pemeriksaan rontgen menjadi sangat penting. Pemeriksaan rontgen berguna untuk membedakannya dengan artritis rheumatoid (AR). Pada AR, gambaran rontgen-nya sangat khas, jadi walaupun tes darahnya sesuai dengan lupus SLE, ia menderita AR bukan SLE. Jika gambaran rontgen tulang-sendi tidak sesuai dengan AR, berarti SLE. Pada kasus adik Mbak Nina, hasil rontgen yang dilampirkan memang tidak sesuai dengan AR, jadi ia sakit lupus.

Lupus memang paling banyak dialami oleh perempuan usia dewasa muda. Namun, bukan berarti laki-laki tidak dapat terkena. Pada usia 15-40 tahun, memang sekitar 90 persen orang dengan lupus (Odapus) adalah perempuan, namun persentase ini mulai menurun dengan meningkatnya usia. Pada kelompok usia di atas 50 tahun, persentase Odapus perempuan menjadi sekitar 75 persen. Pasien lupus laki-laki di Indonesia sendiri saat ini jumlahnya sekitar 7 persen.

Tidak ada perbedaan menonjol antara gejala lupus pada laki-laki dan perempuan. Beberapa penelitian melaporkan hasil yang bervariasi dan tidak konsisten, yaitu bahwa kemerahan kulit pada pipi lebih banyak ditemukan pada perempuan, sementara anemia hemolitik, gejala neurologis seperti kejang, dan antikoagulan lupus positif lebih banyak ditemukan pada laki-laki.

Antikoagulan lupus adalah zat antibodi dalam tubuh yang menyebabkan peningkatan risiko terjadinya bekuan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah, memudahkan timbulnya stroke atau bekuan di pembuluh darah balik tungkai.

Lupus memang merupakan penyakit yang dapat kambuh kembali setelah sebelumnya gejalanya mereda dengan pengobatan. Namun, Anda tidak perlu khawatir. Sebagian besar pasien lupus dapat dikontrol dengan baik dengan minum obat-obatan. Bahkan adapula yang sembuh total sehingga tidak perlu minum obat lagi.

source



Blogged on 5:00 AM

|

~~~

Sunday, November 13, 2005

A perfect food? Here are five good reasons it just might be lentils. 1) Lentils, a fine source of plant protein, don't take hours to cook, unlike other dried beans. 2) Lentils are rich in soluble fiber, which helps control blood cholesterol. 3) Lentils provide some calcium, iron and other trace minerals. 4) Lentils are one of the best sources for folic acid, a B vitamin critical for preventing neural tube defects. 5) Lentils may protect against some types of cancers and lower heart disease risk.


Here's one of the best arguments for daily aerobic exercise. Medical trials suggest that a daily dose of walking, biking, jogging, or swimming helps reduce the risk of heart disease, especially if that increased activity helps you lose weight. Research shows such exercise is the best way to raise HDLs, the "good" cholesterol that helps carry harmful fats out of your system.


Mix a creamier smoothie and get the healthy bonus of soy protein by using silken tofu instead of milk or yogurt as the base. Enjoy this quick recipe for a tasty, fruity soy shake: 3 - 4 oz. of silken tofu, 4 oz. 100% orange juice, frozen unsweetened strawberries, 1/2 medium banana, crushed unsweetened pineapple. Blend thoroughly and enjoy!


Enjoy friendly family competition. There aren't many activities more motivating than team competition. Join a father-son or mother-daughter softball league in your area. Or, sign them up for a kids-only league and volunteer as an assistant coach, so you can get out there on the field and practice with them. Make healthy living a family affair.



Blogged on 6:06 PM

|

~~~

Sunday, November 06, 2005

According to the National Weight Control Registry, people who are most successful at losing weight and keeping it off have four things in common: they follow a low fat carbohydrate rich diet, eat breakfast almost every day, exercise regularly, and monitor their weight loss closely. Take one step at a time and work to incorporate all four strategies into your lifestyle.

>>
Struggling to stick to your exercise program? Try working out with a partner. Adding a social aspect to your workout helps keep you both motivated and makes sessions more fun. Training with a friend provides mutual support for keeping a regular schedule and pushes you harder to meet your goals.

>>
Think avocados are too lush and buttery to be good for you? Think again. Yes, avocados are high in fat, but it's the heart-healthy kind. Even "good" fat is highly caloric, so you have to keep portions under control, but in moderation as part of a diet low in saturated fat, avocados can help reduce
bad cholesterol. To determine ripeness, press gently on the avocado's skin. If the flesh yields slightly, the avocado is ready to eat that day. Store avocados at room temperature, never in the refrigerator. Keep your eye on the total fat -- it should be no more than 3 grams. Some canned cream soups pack a whopping 25 grams. Others pour almost an entire day's worth of sodium in one can; if a can has more than 500mg of sodium, put it back. Try to choose soups that don't skimp on vitamin A (with its cancer-fighting photochemical); look for at least 30% of the Daily Value for vitamin A. Also try to find at least 3g of fiber. Broth- and vegetable-based choices are generally best bets



Blogged on 7:11 PM

|

~~~

Saturday, November 05, 2005

NIH Conducting Two Clinical Trials on Hematopoietic Stem Cell Transplantation in Lupus

Due to the absence of a uniformly effective treatment for severe lupus, autologous hematopoietic stem cell transplantation (HSCT) has been proposed as a potential therapy. Hematopoietic stem cells are immature blood cells that can develop into all of the different blood and immune cells the body uses. Researchers believe that resetting the immune system may stop or slow down the progression of lupus.

More>



Blogged on 5:32 PM

|

~~~

Azathioprine-Skin Cancer Link Not Found in Lupus

Scientists in Great Britain have studied how the anti-rejection drug azathioprine might increase the risk of skin cancer among transplant patients. The in vitro (test tube) study showed that azathioprine, which also is used to treat lupus, accumulates in a patient's DNA and makes cells more sensitive to ultraviolet (UV) light. When patients are exposed to low doses of UV light, the drug alters the DNA, triggering mutations in cells.

Themodest increase in risk of cancer among transplant patients taking azathioprine along with other immune suppressing drugs is widely known. However, an epidemiological study of cancers and lupus has not discovered a parallel increase in cancer among lupus patients taking azathioprine. Since lupus patients are advised to wear sun block and avoid sun exposure anyway, there is no reason to discontinue use of the drug if the risk/benefit ratio warrants its use. Lupus patients should advise their doctor if they notice any unusual skin lesions as part of their regular disease-monitoring activities.

To read a news report on this study go to: http://news.bbc.co.uk/2/hi/health/4248356.stm



Blogged on 5:31 PM

|

~~~

The Effect of Combined Estrogen and Progesterone Hormone Replacement Therapy on Disease Activity in SLE: A Randomized Trial

Annals of Internal Medicine 142(12) part 1: 953-962 (June 21, 2005)

Jill P. Buyon, MD, Michelle A. Petri, MD, MPH, Mimi Y. Kim, sCd, et.al.

Clinicians sometimes avoid hormone therapy (HT) in women with lupus because they think estrogens activate the disease. In this multicenter, double-blind trial, 351 menopausal lupus patients were randomly assigned to HT or placebo for 12 months. Severe flares were infrequent in both groups and were not significantly increased in women taking HT. Women taking HT had more mild to moderate flares than those taking placebo (1.14 flares v. 0.86 flares/person/year). Four women taking HT and one woman taking placebo had thromboembolic (blood clotting) events. The researchers note that these findings are not generalizable to women with high levels of anticardiolipin antibodies, lupus anticoagulant, or previous incidences of thrombosis.

The researchers conclude that adding a short course of hormone therapy is associated with a small risk for increasing the natural flare rate of lupus. Most of these flares are mild to moderate. The benefits of HT can be balanced against the flare risk because HT does not significantly increase the risk for severe flare compared to placebo. This is important information for many women who have been avoiding hormone therapy to ameliorate the unpleasant side effects of menopause for fear of exacerbating their lupus. To read the complete abstract go to:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=15968009&query_hl=1



Blogged on 5:30 PM

|

~~~

Prematurity and Preeclampsia Complicate Lupus Pregnancies

American Journal of Obstetrics and Gynecology 192:6, 1897-1904 (June 2005)
Eliza F. Chakravarty, MD, Iris Colon, MD, Elizabeth S. Langren, BA, et. al.

This study of pregnancies in lupus patients over a 10-year period looked at 63 pregnancies in 48 women. Twelve pregnancies were complicated by preeclampsia (also known as toxemia, involving high blood pressure, weight gain, and protein in the urine after the 20th week of pregnancy). Rates of deaths of babies near the end of pregnancy or at the time of birth due to this condition are high. First-time pregnancies, African American background and a history of high blood pressure or kidney disease all increase the risk of preeclampsia, which makes this condition of special concern for women who have lupus.

Currently, the only way to treat preeclampsia is to deliver the baby. However, complications can occur because of prematurity of an infant at time of delivery. The researchers in this study concluded that low platelet counts, high blood pressure, and the need for prednisone all may be predictive factors for problems occurring in pregnancies of women with lupus.

Other factors found to be associated with premature delivery in lupus pregnancies included prednisone use at the time a woman gets pregnant, use of blood pressure medications, and a severe flare during pregnancy. Physicians managing lupus pregnancies, which are always considered high-risk, will want to monitor these factors in their patients. To read the complete abstract go to:

http://www.mdlinx.com/RheumatologyLinx/thearts.cfm?artid=1266551&specid=18&ok=yes



Blogged on 5:29 PM

|

~~~

Flu Shots and Lupus Patients

Although some vaccines can make autoimmune diseases worse, use of the influenza vaccine (flu shot) appears to be safe in people with systemic lupus erythematosus (SLE). Because the flu shot is an inactivated virus vaccine (not a live virus vaccine), it can be given safely and it is recommended that lupus patients receive a flu shot every year.

Please be aware that the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) does not recommend the product "FluMist" for persons with compromised immune system disorders. Moreover, family members should not use this product if they are in contact with an individual with lupus.

Lupus patients should always talk with their doctors before receiving any vaccine.

The influenza vaccine (flu shot) is a highly effective inactivated virus vaccine that is given yearly to those at risk for complications of influenza infection. Several studies conducted in people with lupus who received the influenza vaccine found a protective antibody response, although the antibody levels tended to be lower than in the healthy control group. Side effects were not more frequent and disease flares were not more common. When present, the flares were usually mild.

One person did develop diffuse proliferative glomerulonephritis (a class of kidney disease) following immunization received during a lupus flare; therefore, some researchers do not recommend vaccination during flares. Overall, though, influenza vaccine is considered to be safe and effective in people with lupus.

Invasive pneumococcal infections occur more frequently in people with lupus. The Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) recommends vaccination of all healthy persons older than 65, and individuals between the ages of 2 and 64 who are at increased risk for pneumococcal infection due to certain chronic illnesses or immunosuppressant therapies.

While lupus is not specifically listed, there are clinical situations that are common in lupus that may increase the risk of pneumococcal infection. These include: chronic kidney failure; nephrotic syndrome; dysfunction of the spleen; diabetes mellitus; and exposure to long-term systemic corticosteroids and alkylating agents.

Despite this, the vaccine is highly effective in the majority of lupus cases. Patients may be revaccinated every six years, more frequently in those with a lengthy antibody response.

As with most vaccines, the possibility of vaccine-related worsening of lupus activity has been a theoretical concern. There have been occasional reports of lupus flares following pneumococcal immunization, but large studies have not demonstrated a relationship.

source




Blogged on 5:15 PM

|

~~~

Factors at Diagnosis Predict Subsequent Occurrence of Seizures in SLE

Neurology 2005; 64:2102-2107 (June 2005)

Jamal Mikdashi, MD, MPH, Allan Krumholz, MD and Barry Handwerger, MD

This study followed 195 lupus patients for nine months and kept track of incidences and manifestations of neuropsychiatric SLE (NP-SLE) and seizures. Isolated seizures were found to be common (28 patients), while recurrent seizures, or epilepsy, although less frequent, did occur (12 of the 28). Predictors of seizures included disease activity (in particular, psychosis), moderate-to-high levels of anticardiolipin and anti-Sm antibodies, and damage accrual. Predictors of epilepsy were higher disease activity at baseline (when the study began), concurrent NP-SLE manifestations, prior strokes, and male gender.

The researchers conclusion is that the risk of seizure and epilepsy in lupus is increased in those individuals with higher disease activity at baseline, prior neuropsychiatric lupus disease, and positive tests for both anticardiolipin and anti-Sm antibodies. The ability to better predict seizures in individuals with NP-SLE may be useful in determining caregiving needs and the ability to perform activities of daily living, which are determinants of disability status.

Unlike other studies that have examined seizure risk factors after the fact, the goal of this study was to look for factors at the time of SLE diagnosis. These factors may help in understanding the pathogenesis of provoked seizures in SLE. It is believed that seizure occurrence is primarily related to increased disease activity, and that epilepsy may often be related to prior damage such as stroke. This information is vital for physicians in determining how best to treat lupus patients at higher risk for neurological manifestations like seizures.

To read the complete abstract go to:

http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/64/12/2102



Blogged on 5:12 PM

|

~~~