![]() |
|
Penyakit Seribu Wajah Tuesday, May 10, 2005 Kompas - Juli 2002PENYAKIT ini memang populer dengan sebutan "penyakit dengan seratus wajah" karena manifestasinya yang amat mirip dengan sekitar seratus penyakit lain, sehingga diagnosis sukar ditegakkan. Penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan selama beberapa tahun, dengan gejala dan keluhan aneka penyakit seperti potongan-potongan teka-teki, sehingga sering terjadi keterlambatan diagnosis. Maklum, keluhan yang muncul biasanya berupa lekas capai, keletihan terus tiap hari, kelesuan fisik dan mental, demam rendah, tidak suka makan, berat badan turun, rambut rontok, pegal linu seluruh badan, nyeri di sendi-sendi tanpa artritis, dan peka terhadap sinar Matahari sampai timbul bercak kupu-kupu di muka. Karena semua keluhan itu serupa dengan penyakit lain, maka dokter sering tidak menduga bahwa pasien yang diperiksanya menderita lupus. John Darmawan MD PhD FACR, dokter spesialis rematik dari Semarang yang juga menjabat Penasihat Ahli Rematik WHO (World Health Organization) mengungkapkan, diagnosa lupus harus memenuhi lima dari 11 butir kriteria dari American College of Rheumatology. Kelima kriteria dikumpulkan berdasarkan riwayat sejak mulai sakit. Kriteria itu antara lain yang sudah disebutkan di atas termasuk keluhan tidak khas sebelum timbul tanda arthritis yang hanya berlangsung beberapa bulan, sariawan tanpa nyeri yang tidak kunjung sembuh selama beberapa minggu, bercak di muka yang berlangsung lama, dan peka terhadap sinar Matahari (bagian yang kena sinar Matahari menjadi merah selama beberapa jam atau lebih lama). Apabila gejala masih kurang dari 1-2 butir kriteria, maka untuk mendiagnosis lupus dapat diperkuat dengan uji laboratorium. Kalau salah satu atau dua tes laboratorium hasilnya positif, misalnya tes ANA (anti-nuclear antibody) dan anemia berat, maka seseorang bisa didiagnosis lupus. Lupus bisa diindikasikan oleh jumlah leukosit yang kurang dari 4.000/cc, jumlah trombosit kurang dari 100.000/cc dan seterusnya. Selain darah, kelainan ginjal dan kekebalan juga menjadi indikator lupus. Prevalensi lupus yang rendah, 40/100.000, memungkinkan banyak dokter tidak pernah menemui kasus lupus di dalam praktiknya. Penanganan bersama Menurut John Darmawan, ahli penyakit rematik biasanya menangani penderita lupus. Namun, kompleksnya penyakit lupus dan pengobatannya membutuhkan penanganan bersama spesialis lain, sesuai organ tubuh yang diserang. Lupus ginjal misalnya, lebih baik ditangani bersama antara ahli penyakit ginjal dan ahli penyakit rematik, lupus kulit bekerja sama dengan ahli penyakit kulit, dan lupus otak diobati bersama dengan ahli penyakit saraf. Secara garis besar ada tiga jenis lupus, yaitu LES (lupus eritematosus sistemik), lupus diskoid, dan lupus obat. Lupus yang timbul akibat efek samping obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait. Lupus diskoid adalah lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. Sedang LES dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-lain. Pemilihan obat tergantung jenis lupus yang diobati. Semua obat termasuk obat untuk penyakit lupus mempunyai efek samping. Untuk mencegah efek samping-karena obat harus diminum jangka panjang-maka tubuh harus mendapat asupan kalsium dan kalium yang cukup melalui makanan, minuman (susu dan produk dari bahan susu), buah-buahan, dan vitamin D. Ini sekaligus untuk mencegah rapuh tulang karena lupus dan obat lupus mengroposkan tulang. Faktor risiko Lupus dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dalam semua umur. Namun, risiko timbulnya lupus pada wanita dewasa berusia subur delapan kali lebih tinggi dibanding pria dewasa. Obat sulfa, penisilin, hidralasin, prokainamid, juga sinar ultra-violet, dan infeksi, dapat mencetuskan lupus pada wanita dengan kecenderungan penyakit ini. Penderita dalam remisi dengan terapi pemeliharaan dan dalam remisi bebas terapi dapat kambuh apabila faktor risiko seperti sinar Matahari, stres fisik dan mental tidak dihindari. "Teriknya Matahari sepanjang tahun di negara tropik seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan. Penderita yang peka sinar Matahari misalnya dapat timbul bercak merah di muka hanya dalam perjalanan Magelang-Semarang dengan mobil," kata John Darmawan. Oleh karena itu, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi penderita lupus termasuk sinar Matahari langsung. Pantulan sinar Matahari dari jalan aspal ke dalam mobil atau kaca mobil yang tembus sinar ultraviolet sebaiknya dihindari. "Suntikan dengan bahan silikon untuk bibir, pipi, atau pembesaran payudara dan pantat, merupakan pantangan bagi penderita lupus. Menggunakan cat rambut juga tidak boleh," tambah dia. Kerja lembur, pekerjaan yang melelahkan fisik, olahraga berat, sebaiknya dihindari. Penderita lupus dengan kencing manis pantang minum obat steroid, demikian pula halnya dengan penderita yang pernah menderita perdarahan lambung. Sendi dengan artritis akut (bengkak, kemerah-merahan, hangat, nyeri, dan kaku) tidak boleh dilatih, kecuali gerakan pasif yang tidak mencetuskan nyeri. Anjuran Penderita lupus harus selalu didukung secara moril oleh orang-orang terdekatnya, karena stres sewaktu-waktu dapat timbul. Kontrol teratur sesuai dengan anjuran dokter mutlak harus ditaati. Apabila merasa lupusnya kumat, dokter harus segera dihubungi. Tenggang waktu kumat dan laporan ke dokter tidak boleh melewati tujuh hari. Para penderita juga dianjurkan untuk mengenakan pakaian menutup lengan dan tungkai, bertopi atau berpayung yang tidak tembus sinar ultraviolet, bila sedang ke luar rumah. Menu makanan sehari-hari yang dianjurkan John Darmawan untuk penderita lupus adalah asupan gizi kaya kalsium, kalium, seng, vitamin B6, C, dan D. Sebaiknya penderita juga banyak memakan makanan yang kaya protein namun rendah karbohidrat. Semua buah-buahan dan sayur-mayur dianjurkan. Contoh, pisang, blewah, buah yang dikeringkan, pisang sale, nangka, durian, asparagus, brokoli, ubi-ubian, bayam, kangkung, dan lain-lain. Susu, yoghurt, dan keju, juga masuk dalam daftar makanan yang dianjurkan. (SN Wargatjie) Mengupayakan Remisi Bebas Terapi DAYA tahan hidup lima tahun bagi penderita lupus (LES = lupus Eritematosus Sistemik) di Indonesia saat ini mencapai 100 persen dan 85,5 persen di antaranya bisa mencapai remisi bebas terapi dalam jangka lebih dari 10 tahun. Menurut John Darmawan MD PhD FACR, penasihat ahli WHO untuk penyakit rematik, lebih dari setengah abad lalu lupus masih merupakan penyakit fatal. Pada tahun 1950-an daya tahan hidup lima tahun pada penderita lupus masih 50 persen di negara barat dan hanya 13 persen di negara berkembang. Menurut laporan Prof Handono Kalim dan Kusworini Kalim dari Malang, daya tahun hidup lima tahun mencapai 68 persen tahun 1996. Sedang Drenkard dan kawan-kawan (Baltimore, Amerika Serikat) tahun 1996 melaporkan 23,4 persen dari 667 penderita lupus termasuk penderita dengan komplikasi berat mencapai remisi bebas terapi. John Darmawan dalam laporannya (Majalah Kedokteran Indonesia volume 49, No 5, Mei 1999) menyatakan, dari 62 penderita sebanyak 85,5 persen mencapai remisi bebas terapi dan daya tahan hidup lima tahun mencapai 100 persen. Laporan ini berdasarkan pengamatan pada 62 penderita lupus yang ia tangani. Mereka berasal dari pelbagi kota di Indonesia dan 21 orang di antaranya berasal dari rujukan luar negeri dengan komplikasi berat dan perjalanan penyakit dua sampai lima tahun. Peningkatan daya tahan hidup lima tahun dan remisi bebas terapi dalam jangka waktu 10 tahun ini tentu saja membawa harapan baru bagi penderita dan keluarganya. Keberhasilan ini juga dilaporkan John Darmawan dalam majalah ilmiah luar negeri, yakni APLAR Journal of Rheumatology (vol 3 No 2. September 1999) dan majalah JAMMA SEA (edisi March/ April 2000) di samping dalam Majalah Kedokteran Indonesia (vol 49, No 5, Mei 1999). John Darmawan mengatakan, peningkatan daya tahan hidup diperoleh dengan metode pemberian obat yang tepat-guna, tepat-dosis dan tepat-cara. Ini mempercepat dicapainya remisi dalam terapi dengan perawatan dan kemudian menuju remisi bebas terapi. "Tersedianya antibiotika dan pemberantasan infeksi dini belakangan ini sangat menentukan dalam pencegahan kematian," tambah dia. Terapi milenium lupus John Darmawan menjelaskan, terapi milenium lupus terdiri atas kombinasi imunosupresan dalam dosis kecil yang diberikan secara infus intravena berupa campuran metilprednisolon, siklofosfamid, metotreksat, dan per oral siklosporin dengan mikofenolat mofetil. Setelah remisi dalam terapi pemeliharaan tercapai, infus intravena diberhentikan secara bertahap dan diganti per oral metotreksat dengan siklosporin dan mikofenolat mofetil, sampai akhirnya mencapai remisi bebas terapi. "Variasi kombinasi imunosupresan dalam dosis, cara pemberian dan frekuensinya banyak sekali untuk mencapai hasil yang maksimum," ujar John Darmawan. Kombinasi hidroksikhlorokwin dan prednison merupakan obat pilihan pertama pada LES tanpa komplikasi. Kombinasi ini cukup murah, dapat diberikan oleh dokter umum, dan aman digunakan selama hamil. LES dengan komplikasi merupakan keadaan gawat dan segera memerlukan terapi kombinasi dengan imunosupresan. Terapi dengan satu jenis imunosupresan dalam dosis tinggi tidak memadai dan banyak mengundang efek samping, seperti muka bengkak, terhentinya pertumbuhan tinggi badan (pada penderita anak) dan sebagainya. Pada umumnya LES tanpa komplikasi dapat mencapai remisi bebas terapi setelah dua sampai empat tahun berobat tergantung waktu kediniannya berobat. Makin dini pengobatan LES makin cepat mencapai remisi dalam terapi pemeliharaan dan kemudian menuju ke remisi bebas terapi. Hasil akhir terapi sangat tergantung kegiatan aktivitas penyakit yang dapat dipantau melalui laju endapan darah (LED) 1 jam dan pengenceran C-Reactive Protein (CRP). Dengan mempertahankan kedua faktor laboratorium tersebut dalam batas normal selama mungkin, Remisi Bebas Terapi dan Remisi dalam Terapi Pemeliharaan dapat mencegah timbulnya komplikasi yang fatal dan kematian dini. Komunikasi yang lancar dan cepat melalui e-mail, telepon, dan faks, apabila timbul tanda dan keluhan dini kekambuhan, efek samping obat, dan infeksi, sangat menentukan bertahan lamanya remisi dalam terapi pemeliharaan dan remisi bebas terapi. Di negara berkembang faktor sosioekonomik turut menentukan daya tahan hidup penderita lupus. Asuransi kesehatan dan jaminan sosial yang belum berkembang misalnya, membuat penderita dari golongan ekonomi bawah dan menengah mengalami kesulitan biaya untuk mendapatkan terapi optimal. Tidak tersedianya biaya pengobatan yang berkelanjutan membuat terapi tidak memadai, sehingga memicu komplikasi yang umumnya menyebabkan kematian. Penderita lupus dini untuk mencapai remisi dalam terapi pemeliharaan bisa menghabiskan biaya Rp 5 juta dan remisi tanpa terapi bisa menelan biaya sekitar Rp 10 juta. Bagi penderita lupus dengan komplikasi, biaya tentu lebih tinggi lagi. Kehamilan dengan lupus John Darmawan mengatakan, wanita dengan lupus pada tahap remisi dengan terapi pemeliharaan dan remisi bebas terapi dapat hamil dan melahirkan bayi sehat. Hanya saja metotreksat dan siklofosfamid per oral yang diberikan harus diganti dengan metilprednisolon, atau siklosporin, atau mikofenolat mofetil. Saat kehamilan dan pascapesalinan, penderita harus diawasi ketat oleh dokter dan ahli kandungan supaya penyakitnya tidak kambuh selama hamil dan setelah melahirkan. Lupus cenderung kambuh dalam semester dua dan tiga setelah melahirkan. "Tidak ada masalah apabila ibu fase remisi dengan terapi pemeliharaan menyusui bayinya," kata dia. (SN Wargatjie)
Comments:
Post a Comment
~~~ |
.:Find Me:. If you interested in content, please contact the Writer: Rusnita Saleh : .:Want to Joint ?:. If you want to know more about lupus surferer's activities and want to donor your help and money, go here Need more consult ?, go here .:acquaintances:.
The Enterprise .:New Book:. .:talk about it:.
.:archives:.
.:Link-link website Lupus:.
Lupus Org .:credits:.
|