Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Tuesday, May 10, 2005

Kompas - Minggu, 28 Maret 2004 - Konsultasi Kesehatan bersama dr. Samsuridjal Djauzi

Kasus:
"Istri saya berumur 28 tahun. Kami menikah tiga tahun yang lalu dan mempunyai seorang anak laki-laki berumur satu setengah tahun. Sejak menikah istri saya sehat-sehat saja, namun sebulan lalu ia terkena demam cukup lama, hingga lebih dari sepuluh hari. Di samping itu, rambutnya rontok lebih banyak dari biasa.

Kami berobat ke dokter dan dokter menduga terkena demam tifoid. Memang istri saya bekerja dan makan siangnya di kantor dibeli di pinggir jalan. Jadi, masuk akal jika tertular tifus. Setelah mendapat terapi dan menjalani pemeriksaan laboratorium, demamnya turun. Namun, seminggu kemudian demam timbul kembali. Kami menduga dia terlalu cepat masuk kantor dan kurang istirahat.

Istri saya berkonsultasi kembali dengan dokter dan setelah melakukan pemeriksaan jasmani dokter mengatakan mungkin penyakit istri saya bukan demam tifoid, melainkan lupus. Saya agak tercengang mendengar penjelasan dokter. Bagaimana mungkin dokter salah diagnosis dan tentu juga telah dia memberikan obat yang salah untuk istri saya. Bukankah demam tifoid berbeda dengan lupus?

Kami mematuhi anjuran dokter dan istri saya menjalani pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Ternyata hasil laboratorium menunjukkan istri saya memang terkena lupus. Menurut dokter, lupus yang diderita istri saya belum menimbulkan kerusakan pada ginjal atau sistem darah. Beliau memberikan obat jenis prednison yang harus diminum sehari 12 tablet. Setelah meminum obat tersebut demam mulai turun dan gejala yang dirasakan istri saya seperti pegal-pegal dan seriawan mulai berkurang. Pada permulaan minum obat prednison istri saya merasakan perutnya perih, namun sekarang sudah merasa lebih baik.

Ketika kakak perempuan istri saya mengetahui bahwa istri saya minum prednison dia mengatakan prednison adalah obat yang keras dan banyak efek sampingnya. Dia menganjurkan untuk berhenti minum obat dan menyalahkan dokter yang mengobati istri saya. Menurut dia prednison dapat menimbulkan darah tinggi, gula, dan tulang keropos. Saya sulit mengabaikan anjuran kakak ipar saya tersebut karena dia bekerja di apotek sebagai asisten apoteker.

Sekarang saya menjadi bingung. Hasil pengobatan menunjukkan perbaikan, namun saya juga khawatir terhadap pengaruh obat prednison tadi. Apalagi saya juga menyadari bahwa dokter istri saya ini pernah salah diagnosis. Bagaimana pendapat dokter mengenai hal ini? Saya rajin mengikuti acara kesehatan di televisi dan surat kabar. Beberapa kali saya menanti saat untuk bertanya pada dokter di acara kesehatan televisi, namun tak mendapat waktu. Jadi mohon penjelasan dokter, adakah obat yang lebih baik untuk istri saya?"

(Suwardi Jakarta)

Jawab:
MENURUT hemat saya dokter istri Anda telah bekerja secara profesional. Untuk dapat membantu memecahkan masalah kesehatan penderita, termasuk menetapkan diagnosis dan terapi, maka dokter perlu mengumpulkan data.
Pada konsultasi pertama data tersebut dikumpulkan dari wawancara dengan istri Anda (dalam istilah kedokteran disebut anamnesis) serta melakukan pemeriksaan jasmani. Berdasarkan data yang terkumpul tersebut, maka dokter memikirkan sejumlah penyakit yang mungkin menimbulkan gejala yang dialami oleh istri Anda.

Mungkin ada sekitar 4-5 penyakit yang dapat menimbulkan demam lebih dari seminggu serta rambut rontok. Penambahan data dari pemeriksaan jasmani penderita akan mempersempit kemungkinan penyakit penyebab. Amatlah dapat dipahami dokter Anda memilih demam tifoid sebagai kemungkinan terbesar yang menimbulkan keluhan pada istri Anda. Namun, dia sebenarnya juga memikirkan kemungkinan lain.

Untuk tahap pertama, maka diberikan obat untuk dugaan penyakit tadi. Tetapi biasanya dia akan memantau hasil terapi dan juga melakukan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan rontgen) untuk mengikuti apakah dugaan tadi benar atau perlu dipilih penyakit lain.

Pada konsultasi berikut ternyata dokter-setelah mempertimbangkan perjalanan penyakit, pemeriksaan jasmani ulang, pemeriksaan laboratorium, dan hasil terapi-mengubah diagnosis menjadi Lupus Eritematosus. Perubahan diagnosis ini berdasarkan data dan amat lazim dilakukan oleh dokter di mana pun di dunia ini. Jadi, kurang tepat kalau kita anggap sebagai salah diagnosis.

Memang banyak penyakit yang diagnosisnya dapat ditetapkan pada kunjungan pertama, tetapi juga cukup banyak penyakit yang memerlukan pemantauan lama dan pemeriksaan lengkap untuk sampai pada terapi. Patut diingat bahwa tugas dokter adalah meningkatkan kualitas hidup penderita, selain menyembuhkan. Jadi, terapi harus dimulai meski diagnosis yang tepat belum dapat dipastikan.

Biasanya obat yang digunakan adalah obat yang menghilangkan keluhan (obat demam misalnya) dan juga obat untuk terapi dugaan penyakit (dalam hal ini antibiotik untuk demam tifoid). Obat yang diberikan telah dipertimbangkan lebih banyak manfaat daripada pengaruh buruknya.

Saya merasa bahwa sebenarnya proses diagnosis Lupus Eritematosus terhadap istri Anda cukup cepat ditegakkan. Jadi, terapi pun dapat dilaksanakan lebih tepat. Sekarang sudah terlihat manfaatnya. Terapi yang diberikan tidak hanya bertujuan untuk menghilangkan gejala, tetapi juga mencegah atau menghentikan proses kerusakan organ tubuh akibat lupus ini.

Orang yang paling berwenang untuk mengubah terapi adalah dokter yang memahami masalah istri Anda dan mempunyai data yang lengkap tentang keadaannya. Hasil terapi tidak hanya ditentukan oleh jenis obat, tetapi juga pada pemahaman tentang keadaan fisik dan emosional istri Anda.

Sebaiknya, tidak seorang pun, termasuk saya, mengintervensi hubungan dokter-pasien yang telah terbina. Pilihan terapi yang dilakukan dokter telah mempertimbangkan dengan baik-baik segi manfaat dan mudarat obat yang dipilih. Orang lain hanya tahu sepotong-sepotong. Karena itu, tidak dapat dijadikan dasar untuk mengubah atau mengganti terapi.

Oleh karena itu, jika ada hal yang belum jelas dapat Anda komunikasikan dengan dokter yang menangani istri Anda, termasuk efek samping steroid yang diberikan kepada istri Anda. Informasi dari ruang kesehatan di televisi, surat kabar (seperti ruang konsultasi kesehatan ini ), dan sebagainya tidak dapat dijadikan dasar untuk mengubah atau menghentikan terapi karena terapi hanya dapat diberikan melalui proses cara kerja dokter yang telah dijelaskan. Cara kerja tersebut berlaku universal di seluruh dunia karena sudah merupakan kebiasaan profesional seorang dokter.


Mudah-mudahan penjelasan ini bisa membantu dan istri Anda tetap dalam keadaan baik. *


Blogged on 10:02 AM

|

Comments: Post a Comment

~~~