Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Tuesday, May 10, 2005

Kompas - Senin, 12 Juli 2004
Mendiagnosa Penyakit Lupus Sering Salah



Bandung, Kompas - Penyakit Sistemyc Lupus Erythematosus atau yang lebih dikenal dengan Lupus sering salah didiagnosa oleh dokter. Hal ini disebabkan penyakit Lupus mempunyai gejala yang hampir sama dengan penyakit lainnya.

"Gejalanya memang tidak ada yang spesifik," kata dr Heri Fadjari SpPD dalam Acara Kelompok Edukasi Sahabat Odapus di Aula Bumi Medika Ganesa Bandung, Minggu (11/7).

Menurut Hematolog Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) itu, gejala yang dirasakan penderita Lupus hanya berupa demam, nyeri sendi, lemah atau lesu, dan rendahnya jumlah trombosit.

"Susahnya, dokter-dokter pun tidak banyak yang sadar bahwa itu adalah gejala penyakit Lupus. Jangankan mantri Puskesmas, dokter spesialis saja banyak yang tidak menguasai," ujar Heri.

Kebanyakan penderita Lupus yang meninggal namun belum sempat terdekteksi, mereka hanya dianggap terkena stroke, penyakit jantung, atau pendarahan di otak.

Oleh karena itu, Heri memandang kondisi penyakit Lupus di Indonesia sebagai fenomena gunung es. Penyakit Lupus adalah penyakit sistem imunitas di mana jaringan di dalam tubuh dianggap benda asing sehingga timbul reaksi yang justru merusak berbagai sistem organ tubuh.

Organ tubuh yang sering dirusak, yaitu jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf, paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata, otak, pembuluh serta sel-sel darah.

Sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti mengenai penyebab penyakit Lupus. Heri mengatakan, sampai saat ini hanya ada dugaan sementara bahwa penyakit yang diderita sekitar 5 juta orang di seluruh dunia itu berasal dari faktor genetik.

Faktor genetik ini erat hubungannya dengan kenyataan, bahwa ras tertentu lebih rentan terhadap penyakit Lupus. Masyarakat Asia dan Afrika cenderung mudah terkena penyakit ini dibandingkan masyarakat Eropa atau Amerika.

"Sebagai ilustrasi, dari 100 orang dengan gejala Lupus, terdapat 9 atau 10 orang yang dinyatakan positif. Sedangkan di negara Barat mungkin hanya 3 atau 4 orang," kata Dr Rachmat Gunadi dari Klinik Rheumatologi dan Osteoporosis RSHS. Kalaupun ada orang Eropa atau Amerika terkena penyakit Lupus, lanjut Rachmat, organ yang terkena kebanyakan hanya sampai sebatas kulit saja.

Hal ini ditambah lagi dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit Lupus. "Walaupun hampir sama mematikannya, kebanyakan orang lebih ngeri sama kanker daripada penyakit Lupus," ujar Heri.

Sebanyak 95 persen penderita Lupus adalah wanita aktif usia produktif dengan kisaran umur 15 - 44 tahun. Walaupun begitu, perempuan penderita Lupus boleh saja hamil.

Dari data sementara RSHS Bandung, pada tahun 1999- 2004, jumlah penderita Lupus di Kota Bandung sebanyak 286 orang. (J15)


Blogged on 9:42 AM

|

Comments: Post a Comment

~~~