Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Tuesday, May 10, 2005

Kompas - Kamis, 3 Januari 2002


SISTEM imun atau sistem kekebalan tubuh laiknya benteng yang mempertahankan tubuh dari serangan kuman penyakit. Akan tetapi, ada kalanya sistem imun justru menyerang dan merusak tubuh. Kondisi ini disebut penyakit autoimun.
Seseorang menderita penyakit autoimun jika sistem kekebalan tubuh salah sasaran, sehingga menyerang sel, jaringan serta organ tubuh orang itu sendiri. Akibatnya terjadi peradangan di tempat sistem kekebalan tubuh menyerang.

Menurut publikasi dari Lembaga Penyakit Infeksi dan Alergi Nasional (NIAID), Lembaga Kesehatan Nasional (NIH), Amerika Serikat, Understanding Autoimmune Diseases, berbagai penyakit autoimun menyerang tubuh dengan cara berlainan. Misalnya, reaksi autoimun terjadi di otak pada multiple sclerosis serta di usus pada penyakit crohn. Penyakit autoimun lain, lupus eritematosus sistemik, menyerang bagian tubuh berlainan pada orang-orang yang berbeda meski penyakitnya sama. Ada orang yang menderita gangguan kulit dan sendi, sedangkan lainnya mengalami kerusakan ginjal dan paru. Penderita diabetes melitus tipe 1 mengalami kerusakan sel pankreas yang memproduksi insulin.

Penyakit autoimun lebih banyak menyerang wanita daripada pria, khususnya wanita usia produktif. Penyakit ini tidak menular. Kecenderungan untuk mengalami penyakit autoimun diturunkan, walau tidak selalu bermanifestasi. Manifestasinya pun seringkali berlainan, bergantung pada respon sistem kekebalan tubuh terhadap pencetus dan pengaruh lingkungan. Dalam satu keluarga besar, misalnya, ada yang menderita psoriasis (gangguan pada kulit), sepupunya kena lupus, sedang neneknya menderita arthritis reumatoid.

Sejumlah penyakit autoimun dicetuskan atau diperparah oleh infeksi virus, paparan sinar Matahari. Faktor lain yang berpengaruh adalah usia, stres kronis, hormon, dan kehamilan.

Cara kerja

SISTEM kekebalan tubuh melindungi tubuh dari serangan zat asing. Cara kerjanya sangat rumit dan mengandalkan komunikasi antarberbagai jenis sel dalam sistem kekebalan tubuh yang beredar di seluruh tubuh. Hal yang terpenting dari sistem adalah kemampuan mengenali dan merespon zat yang disebut antigen, apakah mereka penyebab infeksi atau bagian dari tubuh sendiri (self antigens).

Kebanyakan sel sistem kekebalan tubuh adalah sel darah putih. Jenisnya bermacam-macam. Antara lain limfosit yang terdiri dari sel T dan sel B. Sel T berfungsi membantu memusnahkan sel yang terinfeksi dan mengkoordinasikan respon imun secara keseluruhan. Sel B bertugas membuat antibodi. Antibodi mengikat antigen dan menandai antigen agar dihancurkan oleh sel kekebalan tubuh. Jenis sel darah putih lain adalah makrofag dan neutrofil.

Makrofag dan neutrofil bersirkulasi dalam darah untuk memantau adanya zat asing dalam tubuh. Begitu bertemu antigen asing, misalnya bakteri, mereka mengepung dan merusaknya dengan molekul beracun. Jika molekul beracun ini diproduksi berlebihan, tidak hanya antigen asing yang dirusak, melainkan juga jaringan tubuh. Pada penderita penyakit autoimun granulomatosis Wegener, molekul beracun merusak pembuluh darah. Pada arthritis reumatoid molekul beracun merusak sendi.

Sel T mengeluarkan sitokin dan kemokin. Sitokin adalah protein yang membuat sel-sel kekebalan tubuh aktif, tumbuh atau mati. Kemokin adalah sel sitokin kecil yang menarik sel sistem kekebalan tubuh. Kelebihan produksi kemokin, misalnya di persendian, menyebabkan rongga sendi diserbu sel perusak dari sistem kekebalan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T.

Pada beberapa penyakit autoimun, sel B membuat kesalahan, tidak memproduksi antibodi terhadap antigen asing, melainkan antibodi yang menyerang jaringan tubuh. Penderita myasthenia gravis mengalami kelemahan otot karena autoantibodi menyerang saraf yang menstimulasi gerakan otot. Pada pemphigus vulgaris, autoantibodi salah perintah dan menyerang sel kulit, sehingga kulit melepuh.

Saat antibodi berikatan dengan antigen di aliran darah, mereka membentuk jaringan besar berkisi-kisi disebut kompleks imun. Kumpulan kompleks imun ini berbahaya karena bisa memicu peradangan dalam pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jaringan serta merusak organ seperti ginjal. Hal ini terjadi pada penderita lupus eritematosus sistemik.

Diagnosis dan pengobatan

Penyakit autoimun sulit didiagnosis, terutama stadium dini, karena gejalanya tidak spesifik. Meski penyakit autoimun merupakan penyakit kronis, perjalanan penyakit tak bisa diperkirakan. Dokter tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi pada pasien berdasarkan kondisi saat ini. Pasien perlu dimonitor terus oleh dokter, sehingga faktor lingkungan maupun pencetus yang dapat memperburuk penyakit dapat dihindari dan terapi baru dapat dimulai sesegera mungkin.

Yang dilakukan dokter biasanya menjaga agar peradangan akibat autoimun tidak berakibat buruk. Misalnya, bagi penderita diabetes tipe 1, dokter meresepkan insulin untuk mengontrol kadar gula darah, sehingga peningkatan gula darah tidak merusak ginjal, mata, pembuluh darah, dan saraf.

Pada penyakit seperti lupus atau artritis reumatoid, obat seringkali bisa memperlambat atau menghentikan kerusakan ginjal atau sendi. Obat ini disebut obat imunosupresif, misalnya kortikosteroid (prednison), methotrexate, cyclophosphamide, azathioprine dan cyclosporin.

Masalahnya, obat-obatan itu menekan kemampuan sistem imun untuk mengatasi infeksi dan memiliki efek samping yang serius. Karenanya pengobatan autoimun perlu diawasi ketat oleh dokter dan mempertimbangkan keseimbangan antara keuntungan dari pengobatan dengan efek samping yang terjadi. (atk)


Blogged on 10:09 AM

|

Comments: Post a Comment

~~~