Google
Search WWW Search care4lupus.blogspot.com

Wednesday, May 24, 2006

Mengenal Lupus Si Penyakit Misterius : Penderitanya Terus Bertambah

Gejala awal lupus yang sering menyerupai penyakit lain sehingga kerap di sebut ''penyakit seribu wajah''.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, menandakan ketidaktahuan masyarakat terhadap penyakit lupus. Padahal, penyakit yang sudah dikenal oleh ahli kedokteran sejak abad ke-19 itu bisa menyebabkan kematian. Dunia internasional sudah menganggap penyakit lupus ini sebagai penyakit yang harus diwaspadai.

Kepedulian itu, diperlihatkan dengan mulai mencanangkan hari Lupus Sedunia pada 10 Mei 2004. Yayasan Syamsi Dhuha berkampanye membagikan stiker Care for Lupus di tiga titik jalan yang ada di Kota Bandung untuk menyambut hari tersebut.

Menurut hematolog dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan pemerhati lupus, dr Rachmat Gunadi Wacjudi Sp PD KR, lupus adalah penyakit autoimun yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh beraksi berlebihan dan justru mengganggu kesehatan tubuh. Seharusnya, kata dia, sistem imun itu bertugas melindungi tubuh manusia dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus, mikroba dan lain-lain).

''Belum ada yang mengetahui penyebabnya, pada lupus zat anti dan sel darah putih justru menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. Akibatnya, organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus muncul,'' katanya.

Si peniru ulungGejala penyakit lupus, kata Rachmat, sering menyerupai penyakit lain. Sehingga, penyakit ini sering dijuluki ''si peniru ulung'' atau ''penyakit seribu wajah''. Untuk mendiagnosis penyakit lupus dengan pasti, diperlukan pemeriksaan darah atau biopsi kulit.

Namun, lanjut Rachmat, gejala awal lupus yang sering timbul adalah ruam merah simetris pada wajah berbentuk seperti kupu-kupu, penebalan berbentuk koin pada kulit yang sering terkena matahari dan hipersensitif terhadap sinar matahari, sariawan yang hilang timbul, nyeri sandi, nyeri dada saat menarik nafas, kejang-kejang, terdapat kelainan darah, kelainan sistem kekebalan tubuh, dan tes ANA menunjukkan abnormalitas.

''Sampai sekarang, penyakit lupus belum bisa disembuhkan atau dicegah. Yang bisa dilakukan baru sebatas menghilangkan gejalanya. Yaitu, dengan mengkonsumsi obat-obatan seumur hidup, menjalani pola hidup tertentu dan menghindari stres,'' ujarnya.

Jumlah penderita lupus, kata Rachmat, berdasarkan data terakhir di seluruh dunia sebanyak 5 juta. Sedangkan di Indonesia, jumlah penderitanya diperkirakan sekitar 200 ribu-500 ribu. Angka itu, diperoleh dari perbandingan 1:1.000, yang artinya dari 1.000 orang penduduk Indonesia di duga satu orang terkena lupus. Perkiraan jumlah penderita itu muncul karena, bangsa Indonesia adalah bangsa dengan kulit berwarna.

''Di Jabar sendiri jumlah penderita lupus saat ini yang terdata mencapai 700 orang. Setiap bulan misalnya di RSHS selalu ada 10 pasien lupus baru, pasien lupus di RSHS sampai sekarang sudah mencapai 380 orang,'' kata Rachmat. Harapan hidup penderita lupus, kata dia, tergantung dari kondisi pasien. Di Amerika Serikat dan Eropa pada 1955 harapan hidup penderita lupus dalam kurun waktu lima tahun, kurang dari 50 persen. Sementara, pada 1991 telah mencapai 89-97 persen. Hal itu, terjadi karena adanya diagnosis lebih dini dan metode pengobatan yang lebih baik.

''Penyakit lupus kalau menyerang ke otak, ginjal dan organ tubuh penting lainnya akan membutuhkan biaya yang mahal. Obatnya, sehari membutuhkan dana Rp 300-500 ribu,'' ujar Rachmat.

Kelompok yang peduli terhadap penyakit lupus, kata dia, masih masing-masing belum terorganisir dengan baik. Padahal, penderita lupus membutuhkan penanganan yang menyeluruh tidak hanya menangani sakitnya saja. Berdasarkan hasil penelitian terbaru, dari 180 penderita lupus di RSHS yang diteliti sekitar 40 persennya mengalami depresi. Depresi itu terjadi karena cemas, ketakutan, bingung dan lain-lain.

''Di RSHS, kami mulai membentuk tim yang terdiri dari multidispliner. Anggota tim itu terdiri dari dokter, psikolog, dan semua stake holders yang peduli lupus,'' katanya.

Selain mengalami depresi, kata dia, hasil penelitian terbaru pun menunjukkan 50 persen penderita lupus mengalami osteoporosis. Padahal, penderita lupus rata-rata masih berusia muda. Yaitu, paling banyak berusia 17-35 tahun. Meskipun, memang rentang penderita lupus itu pada usia 6-73 tahun. Namun, usia yang tergolong anak-anak dan manula kasusnya sedikit.
Meneliti mahkota dewaSementara itu, menurut Sekretaris Program Farmasi ITB Dr I Ketut Adnyana, penelitian obat-obatan untuk penderita lupus masih jarang dilakukan. Karena, penyakit lupus masih asing untuk masyarakat termasuk peneliti. Namun, setelah mengetahui tentang penyakit itu ITB mulai mengembangkan penelitian untuk mencari obat yang bisa membantu meringankan penderita lupus. ''Salah satu tumbuhan yang sedang kami selidiki untuk obat radang penderita lupus adalah mahkota dewa,'' ujar Ketut.

Mahkota dewa, sambung Ketut, memiliki senyawa yang sama dengan obat antiradang kimia. Kalau menggunakan obat antiradang kimia secara terus-menerus, kata dia, bisa menimbulkan efek samping. Sementara, kalau mengunakan mahkota dewa tidak akan ada efek samping sama sekali. Memang, Mahkota dewa tidak bisa mengobati penyakit lupus secara keseluruhan. Namun, bisa digunakan untuk terapi menyembuhkan radang. ''Penelitian kami sudah hampir selesai, yaitu tinggal melakukan uji klinis agar bisa diketahui seberapa besar keefektifan mahkota dewa itu. Namun, kami terhambat mengenai dana,'' katanya.

Untuk melakukan uji klinis itu, kata dia, diperlukan dana sekitar Rp 150-200 juta. Kemungkinan besar, ITB akan bekerjasama untuk mendanai uji klinis itu. Setelah diuji klinis, kata dia, dalam waktu dua bulan obat sudah bisa dikonsumsi dan diproduksi secara masal.
''Indonesia itu kaya akan tumbuhan yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Kami yakin pasti ada tumbuhan yang bisa menyembuhkan penyakit lupus atau mengendalikan sistem imun tubuh tapi tentunya harus dilakukan penelitian,'' ujarnya.
(kie )

Minggu, 14 Mei 2006 - Republika


Blogged on 2:53 AM

|

~~~

Sakit Lupus Ginjal

Yth Dr. Zubairi,
Adik saya, 22 tahun, baru saja menikah, diketahui sakit lupus sejak setahun yang lalu. Waktu itu gejalanya, rambut rontok dan sakit pada sendi-sendi serta ditemukan jumlah sel darah putih yang kurang. Setelah berobat ke dokter kondisinya pulih, bisa bekerja normal kembali.

Dua bulan lalu timbul bengkak-bengkak pada tungkai dan betisnya, serta perut. Menurut dokter, ditemukan kebocoran albumin pada ginjal. Dianjurkan untuk biopsi ginjal. Hasil patologi menunjukkan adik saya sakit lupus ginjal kelas V.

Terus terang kami sekeluarga khawatir sekali karena menurut informasi yang kami dapatkan lupus ginjal termasuk lupus yang berat. Sedangkan lupus berat kelas V bayangan kami tentu saja lebih berat dari kelas di bawahnya. Bagaimana saran dokter?

Beny, Jakarta

Assalamualaikum wr wbKali ini pertanyaan yang dipilih, sekali lagi mengenai lupus, dalam rangka menyambut Hari Lupus Sedunia tanggal 10 Mei. Lupus ginjal adalah salah satu manifestasi yang serius dari penyakit lupus. Sebenarnya, jika dilihat dengan mikroskop sebagian besar pasien lupus mengalami kelainan pada ginjalnya, namun umumnya tidak menunjukkan gejala.

Saya kira Anda sudah mengetahui bahwa penyakit lupus terjadi akibat senyawa kekebalan tubuh (antibodi) yang seharusnya melindungi tubuh malah merusak tubuh sendiri. Pada lupus ginjal, antibodi berkumpul membentuk kompleks antibodi. Kompleks ini menempel pada jaringan ginjal sehingga memicu respons peradangan dari ginjal. Respons inilah yang dapat dilihat gambarannya melalui biopsi kemudian dibuat kelas-kelasnya sesuai gambaran yang didapatkan.

Walaupun lupus ginjal adalah hal yang serius, namun bukan berarti tidak dapat disembuhkan. Dahulu, memang harapan kesembuhannya kecil, tetapi dengan kemajuan pengobatan saat ini harapan hidup pasien dapat menjadi lebih lama. Angka harapan hidup 5 tahun adalah 85 persen dan 10 tahun sebesar 73 persen.

Setelah saya konsultasikan dengan dokter penyakit dalam yang konsultan ginjal hipertensi, informasinya sebagai berikut. Lupus ginjal ternyata bukan satu kelompok penyakit yang seragam, ada yang relatif ringan, ada yang berat sekali. Lebih rincinya sebagai berikut, lupus ginjal dibagi menjadi 5 kelas, tergantung dari hasil biopsi. Itu berarti pasien dengan lupus ginjal, sebaiknya dibiopsi agar pengobatan lebih tepat.

Untuk lupus ginjal kelas V, seperti hasil biopsi adik Anda, ternyata bukan jenis yang terberat. Pengobatannya seperti penyakit lupus sistemik yang lain, prednison selama 1-3 bulan, bila hasilnya baik, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan menjadi dosis rendah selama 1-2 tahun.

Bila hasil bulan pertama kurang memuaskan, dapat dikombinasikan dengan obat lain, misalnya azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengobatan lupus ginjal adalah mengobati hipertensi secara agresif. Hipertensi bila tidak diobati dapat memperberat kerusakan di ginjal, dan juga organ tubuh yang lain, misalnya otak dan jantung. Obat hipertensi golongan penghambat ACE, dianjurkan untuk mengurangi kebocoran ginjal, obat hipertensi golongan yang lain akan diberikan oleh dokter bila ditemukan gangguan fungsi ginjal yang nyata.

Bila kolesterol tinggi, sebaiknya membatasi makanan yang berlemak. Selain itu, bila lupus ginjal belum terkontrol baik, sebaiknya adik Anda tidak hamil dulu, karena dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Sekadar informasi, untuk lupus ginjal kelas I, tidak memerlukan pengobatan khusus. Untuk kelas II, dapat diberikan prednison dosis rendah atau menengah, kemudian diturunkan dosis bertahap.

Lupus ginjal kelas III dan IV termasuk penyakit lupus yang mempunyai risiko untuk progresif memburuk dan karena itu memerlukan pengobatan yang agresif. Namun, untuk kelas ini pun, sekarang telah dicapai banyak kemajuan, artinya kondisi kesehatan dapat diperbaiki secara bermakna bila pengobatannya tepat. Yaitu kombinasi antara prednison dan obat-obat lain (siklofosfamid dan sebagainya) dan bila diperlukan disertai hemodialisis. Bila masih ada yang ingin ditanyakan, dapat konsultasi ke Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Source: Republika


Blogged on 2:52 AM

|

~~~

Penanganan Lupus Harus Komprehensif

Bandung, Kompas - Untuk hasil yang efektif, penanganan penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus harus komprehensif. Untuk itu, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung merencanakan membentuk tim penanganan lupus terpadu.

Dokter Rachmat Gunadi SpPd, dokter pemerhati lupus dari Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Kamis (4/5), menjelaskan, lupus merupakan penyakit kelainan imunitas yang berpotensi menyerang seluruh bagian sistem tubuh manusia, baik jaringan, organ, darah, saraf, tulang, otak, maupun sel darah.

Penyakit yang hanya bisa dikendalikan dan belum dapat disembuhkan ini berpotensi menimbulkan gejala atau varian baru seperti efek osteoporosis (penuaan tulang) hingga depresi. "Maka, tidak mengherankan jika disebut penyakit dengan seribu wajah," ujar Rachmat.
Mengindentifikasi penanganan penyakit lupus tidak mudah. Setiap individu memiliki gejala (symptom) maupun faktor pencetus yang berbeda-beda tergantung jenis gen, daya imun ataupun sistem tubuh yang diserang. Penyakit ini tidak menular, melainkan dapat diturunkan melalui faktor genetik.

"Penanganan idealnya komprehensif, tidak hanya dengan pendekatan reumatology (persendian), hematology (sel darah), nefrology (ginjal), dermatology (kulit), tetapi juga dengan ilmu neurologi atau psikologi. Sebab, 40 persen penderita lupus biasanya terkena depresi atau gangguan psikologis," katanya menambahkan.

RSHS saat ini tengah membentuk tim penanganan lupus terpadu yang beranggotakan 21 dokter spesialis dari berbagai disiplin keahlian maupun fungsi. RSHS juga akan membuka klinik khusus penanganan lupus.

"Ini memudahkan koordinasi dan peningkatan awareness. (kesadaran). Selain itu, melalui poliklinik dan pembentukan tim diharapkan dapat menghasilkan penelitian maupun kajian yang akan memberi sumbangsih terhadap ilmu penanganan penyakit lupus," ujar Rachmat.
Namun, lanjut Rachmat, pembentukan tim tersebut jangan ditafsirkan bahwa penderita akan menjadi obyek penelitian.

RSHS mencatat, terdapat sekitar 380 orang penderita lupus. Setiap bulan rata-rata bertambah 10 pasien baru. Menurut Dian Syarief, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha (support group odapus), jumlah odapus (orang dengan lupus) di Jawa Barat lebih dari 700 orang.

Tingginya angka kematian pada penderita lupus juga patut mendapat perhatian. Berdasarkan data RSHS, satu persen kasus lupus berakibat kematian.

Sementara pada kasus lupus kronis, seperlima dari jumlah penderita lupus biasanya tidak mampu tertangani dan akhirnya meninggal. (jon)

Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/05/Jabar/1874.htm


Blogged on 2:47 AM

|

~~~

Takut Meninggal karena Lupus

Yth. Dr. Zubairi, Saya sudah sakit lupus sejak 3 tahun yang lalu. Usia saya sekarang 28 tahun. Waktu itu gejala yang menyolok adalah rambut rontok, sakit sendi, dan sariawan hilang timbul. Trombosit turun sampai 70 ribu.

Saat ini saya masih minum prednison 3 tablet tiap pagi, selang-seling, sehari minum sehari tidak. Kondisi saya saat ini baik sekali, saya bekerja di sebuah perusahaan elektronik dan dapat bekerja seperti teman-teman saya yang lain. Namun, satu bulan ini saya sangat khawatir takut meninggal. Ada 2 teman saya sesama odapus yang meninggal baru-baru ini.

Pertanyaan saya:
1. Mengapa pasien lupus bisa meninggal?
2. Berapa lama sampai penyakit saya menjadi parah sehingga dapat meninggal?
3. Apa yang harus saya lakukan untuk mencegahnya?

VitaJakarta


Assalamu'alaikum wr.wb.Mbak Vita yang baik,Sebenarnya sebagian besar orang dengan lupus (odapus) dapat terkontrol baik dengan pengobatan, baik dengan prednison saja, ataupun dengan pengobatan kombinasi (prednison dikombinasikan dengan obat lain seperti siklofosfamid, azatioprin,dll). Bahkan sebagian kecil pasien dapat lepas obat, artinya tidak perlu minum obat lagi secara rutin.

Sebagian kecil (kurang dari 10%) memang penyakitnya berat dengan komplikasi dan dapat berakhir dengan kematian. Penyebab kematian pada odapus adalah penyakit lupus berat yang menyerang ginjal, otak, paru, dan jantung.

Beberapa kondisi yang sering menyebabkan kematian adalah sebagai berikut. Pertama, adalah lupus dengan manifestasi pada ginjal yang berat di mana terjadi kebocoran albumin di ginjal. Kadar albumin darah menjadi rendah sehingga kemudian timbul bengkak-bengkak pada kaki, perut dan mata. Kelompok yang disebut lupus nefritis ini ada yang dapat ditolong dengan prednison saja, namun sebagian perlu siklofosfamid dilanjutkan azatioprin atau mikofenolat mofetil.

Untuk mengetahui pasien mana yang butuh pengobatan yang lebih agresif dibutuhkan biopsi ginjal. Masalahnya pengobatan yang tepat seringkali tidak dilakukan. Pertama, karena banyak yang tidak terdeteksi sebagai penyakit lupus sehingga pengobatan tidak tepat. Kedua, banyak pasien yang menolak biopsi ginjal.

Manifestasi lupus lain yang dapat menyebabkan kematian adalah jika penyakitnya melibatkan susunan saraf pusat. Akibatnya terjadi kejang-kejang, suhu tubuh meningkat, dan penurunan kesadaran.

Kelainan darah, yaitu tromboemboli (timbul bekuan darah yang menyumbat aliran darah di pembuluh darah) juga seringkali menjadi penyebab kematian pada odapus. Akibat bekuan darah tersebut dapat terjadi serangan jantung dan stroke pada odapus yang berusia muda. Penyakit jantung terjadi pada 6-9% odapus dan merupakan penyebab kematian sekitar 36% dari seluruh penyebab kematian pada lupus. Kadang-kadang, bekuan darah ini juga bisa menyebabkan abortus dan luka bergaung (borok yang dalam) di kaki.

Dari data yang Mbak Vita kirimkan, Mbak Vita tidak termasuk kelompok risiko tinggi untuk terjadinya kematian akibat lupus. Jadi, tidak perlu khawatir. Yang harus dilakukan adalah selalu menjaga pola hidup sehat (makan bergizi dan teratur, istirahat cukup, olahraga teratur) serta selalu kontrol teratur ke dokter. Kontrol teratur perlu dilakukan agar setiap kelainan yang mungkin terjadi dapat segera dideteksi dan diberikan pengobatan yang tepat. Yang paling penting pula adalah selalu berpikir positif serta menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan teman, saudara, dan keluarga.

Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM
Source: Republika


Blogged on 2:34 AM

|

~~~